KRISIS MULTI DIMENSI DI NEGERI TERCINTA (PENYEBAB)
Penyebab terjadinya krisis multi dimensi di negeri tercinta ini sebenarnya karena bangsa ini telah lupa kepada hakekat hidup yang sesungguhnya. Bangsa ini terlalu sombong dan lupa kalau hidup hanya sementara, sepertinya semua hanya mencari kepuasan duniawi, walau sebagian ada yang kelihatan seperti mencari akhirat/pahala tapi masih kelihatan “riya” (duniawi- nya).
Padahal nenek moyang kita banyak sekali mewariskan nasihat kepada kita sepertI pada sebuah Puisi karya penulis Parsi/Iran, Sa`di al-Syirazi, penyair sufi abad ke-13 M (1193 M – 1292 M) yang terpahat pada batu nisan makam seorang Muslimah Pasai, Naina Husamuddin yang wafat pada akhir abad ke-14 M (wafat 1420 M). Makam beliau terletak di Gampong Mns. Pie, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara , dalam komplek makam terdapat 12 batu pusara. Situs makam ini berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat Kursi di atas batu pualam, ditambah dengan sepotong sajak berbahasa Parsi berisikan petuah mati bagi yang hidup, yang diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim Alfian:
Tiada terhitung bilangan tahun melintasi bumi, laksana mata air mengalir dan semilir angin lalu.
Bila kehidupan hanyalah separangkat kumpulan hari-hari manusia, mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh?
Oh, sahabat! Jika kau lewat makam seorang musuh, janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama jua akan menimpamu,
Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, debu-debu akan merasuki tulang belulang laksana pupur cetak memasuki kotak penyimpanannya.
Barangsiapa menyombongkan diri dengan hiasan bajunya, esok hari jasadnya yang terkubur hanya tinggal menguap.
Dunia sarat persaingan dan sedikit kasih sayang, ketika tersadar ia terkapar tanpa daya.
Demikianlah sesungguhnya jasad yang kau lihat terbujur berkalang tanah.
Barang siapa memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti, kemanakah ia harus menghindar?
Tak ada yang mampu memberi pertolongan, kecuali amal shaleh.
Sa’di bernaung dibawah bayang Allah yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa hamba-Mu yang malang dan tak berdaya ini. Dosa senantiasa berasal dari kami, sedang engkau penuh limpahan belas kasih.
Mudah-mudah dengan secuil tulisan ini bisa menyadarkan kita semua untuk kemajuan Negeri ini agar jangan makin terpuruk. Mari kita kurangi “ego” kita yang selalu merasa diri kita atau kelompok kita yang paling benar sedangkan kelompok lain salah yang seolah-olah tidak berhak untuk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda....